Cara Mendidik Yang Baik

Sebagai makhluk paling sempurna di dunia, manusia mendapatkan tugas untuk beribadah dan mengatur alam raya. Agar manusia mampu menjalankan tugas tersebut dengan baik, Allah memberikan modal. Modal itu adalah fitrah. Dalam keadaan fitrah yang berarti bersih dan suci, manusia memiliki potensi kebaikan, cenderung menerima kebenaran, dan menyukai hal-hal yang sesuai aturan. Namun, modal fitrah itu tidak akan berarti tanpa dijaga dan dikembangkan. Di antara cara untuk menjaga fitrah adalah pendidikan. Dengan pendidikan, manusia diharapkan bisa menjaga dan mengembangkan fitrah serta tumbuh menjadi manusia berakhlak mulia, memimpin dengan bijaksana. Pendidikan tidak lepas dari pembelajaran. Pendidik sebagai fasilitator membantu peserta didik mengembangkan potensi mereka menuju kebaikan. Karena itu, peran pendidik sangat penting dalam proses pendidikan. Pendidik harus menyadari itu dan menjalankan proses pendidikan dengan sepenuh hati dan hati-hati. Tidak ceroboh dan seenaknya sendiri. Namun, saat mengajar, kita sering hanya memenuhi kewajiban. Dampaknya, kita menyampaikan materi seenaknya. Kita melupakan posisi peserta didik sebagai makhluk yang punya fitrah kebaikan. Mengabaikan mereka sebagai manusia yang punya perasaan dan keinginan seperti manusia umumnya. Kita lupa bahwa mereka juga ingin dihargai dan dihormati. Kadang, kita memberikan tugas tanpa menjelaskan alasan, kenapa siswa harus melaksanakan tugas tersebut. Sering juga kita tidak mau tahu kondisi peserta didik. Mereka mampu mengerjakan atau tidak, yang penting tugas harus diselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Tak jarang, kita juga menghukum peserta didik dengan sekehendak hati, tanpa melihat alasan yang melatari mereka melakukan kesalahan. Kita merasa harga diri terinjak jika kesalahan mereka tidak dihukum dengan setimpal. Pendidik kadang juga menggunakan kata-kata yang tidak sepantasnya diucapkan di kelas. Misalnya, “Lambat banget sih. Dari tadi dijelaskan kok tidak paham-paham. Dasar anak tidak punya sopan santun. Dasar anak nakal.” Masih banyak lagi kalau mau diteruskan Pendidik paham bahwa peserta didik memiliki potensi untuk baik. Dengan demikian, mereka tidak menganggap siswa seperti gelas kosong, lalu mengisinya terus dengan air sampai airnya tumpah karena kepenuhan. Begitu juga mengajar. Tak semestinya guru menganggap siswa sebagai sosok yang tidak tahu apa-apa, benda mati yang tidak punya kemauan dan perasaan. Pendidik yang mendidik dengan hati akan selalu hati-hati dalam mengajar, selalu mendoakan peserta didik, dan menganggap mereka sebagai buah hati yang harus selalu dilindungi, dijaga perasaannya, dan dihormati keinginannya. Dengan demikian, akan timbul perasaan saling menghormati dan menyanyangi antara pendidik dan peserta didik. Kita harus yakin, jika kita menghormati, menyayangi, dan menghargai siswa, mereka pasti memperlakukan kita dengan sikap sama. Patuh bukan karena takut, tetapi karena sayang. Dengan saling menyayangi, proses pembelajaran akan menyenangkan dan mampu mencapai tujuan yang diharapkan.

sumber dari;

http://zainurie.wordpress.com